Kamis, 22 Desember 2016

ATLANTIS (Intro)

Aku tidak pernah tau penyebab jutaan kekacauan di dunia ini, dan mungkin takkan pernah tau setiap kehancuran dimulai dari mana, tapi aku punya pilihan untuk hidup dan membuat alam lebih ramah untuk manusia dimasa-masa selanjutnya.


Apa yang akan kukatakan?, aku tau sedikit tentang masa mudanya yang elok, sebelum tiba masa kesudahannya yang sampai hari ini masih teka-teki.
Bangsa-bangsa dan suku-suku yang beribu-ribu jumlahnya, berdiam dalam pangkuan damai gunung yang menjulang tinggi, Ia begitu besar dan kokoh dan dikelilingi lembah-lembah kecil beserta sungai-sungainya yang mengalir tenang. Ophir, demikian leluhurku menyebutnya.
    Dalam diam nya, setiap bunga yang harum, setiap sinar matahari yang hangat, dan setiap tetes embun yang menyentuh daun-daun dan bilur-bilur tumbuhan, berkumandang pujian-pujian bagi keagungan Sang arsitek kehidupan. Dari tetes embun pertama hingga mengatupnya daun-daun putri malu, Ophir merayakan takdirnya. Bersamanya hidup binatang-binatang melata, pun dengan burung-burung yang beterbangan di atasnya melintasi cakrawala. Di dalam sungainya yang tenang, berkeriapan berbagai-bagai makhluk yang hidup, seluruh tempat itu dipenuhi tumbuh-tumbuhan yang berwarna-warni.
    Leluhur bangsa kami memberi nama kepada segala ternak mereka, kepada segala binatang hutan, menurut bentuk dan rupa mereka. Leluhurku bersajak tentang jajaran pegunungan dan pohon-pohonnya yang hijau, juga tentang madu dan susu yang cukup jumlahnya untuk anak-anak mereka.
Raja-raja di Ophir membangun pangkalan dan membuat kapal-kapal kayu yang besar dan kuat, yang akan dibawa berlayar ke utara, ke barat dan keseluruh wilayah orang-orang Sileban. Kapal-kapal itu datang dan pergi membawa kayu mahal, kemenyan, segala jenis kacang dan makanan-makanan terbaik; perhiasan, pakaian serta rempah-rempah yang harum.
    Jauh dan tersembunyi dari tatapan Ophir, dikesunyian dataran Sordam, berdiam sebuah bangsa yang terbuang dan tidak dikenal. Bangsa yang tiada henti menanti-nantikan kembalinya kota kebanggaan mereka, negeri indah yang dituturkan nenek moyang mereka selama ratusan tahun, secara turun-temurun. Kota yang megah, dengan pintu gerbang yang kokoh, yang dihuni oleh prajurit-prajurit pemberani. Kota yang damai dan dan luput dari segala jenis perang, tembok dan dindingnya terbuat dari batu pualam yang mengkilat.  Konon masyarakat disana hidup berkelimpahan selama puluhan generasi. Namun, seperti ramalan-ramalan dan nubuatan nenek moyang kami, bahwa kelak semua kehidupan akan berakhir, semua kawanan akan tercerai berai dan semua yang bernafas akan kehilangan induk. Nyatalah kepada kami sekarang, bahwa tanah leluhur kami begitu asing dan misterius bagi kami, anak-anak perjanjian darah dataran Sordam. Kisah ini telah diwariskan oleh para penutur terdahulu, jalan ke sana tidak akan dikenali, mata elang pun tidak melihatnya; Ia terlindung dari tatapan segala makhluk. 

Aku lahir dan besar disini, hidup bersama ibu bapaku.
Pada masa mudaku, aku telah menyaksikan banyak perang dan sengketa. Aku bertumbuh dengan menyaksikan sorak-sorai prajurit, sukacita panglima-panglima, dan ragam tarian penyambutan bagi tetua-tetua penghalau bala jahat yang sering mengancam kota kami. Bangsaku memang terkenal sebagai bangsa yang tidak bisa ditaklukkan.
    Pemimpin-pemimpin kami menggunakan taktik perang yang menakjubkan, senjata mereka terbuat dari besi dan tembaga terbaik. Mereka menunggangi kuda dengan gagah, membuat lawan takjub sekaligus gemetar. Kami terbiasa berburu ke padang dan gunung-gunung yang sunyi. Alam memberi kami segalanya, ia mendidik dan melatih kami hidup dan menyatu dengannya.
Ibu Bapa kami melahirkan pemuda-pemudi yang tangkas dan bijaksana bagi tanah ini, yang akan mewarisi tanggungjawab melindungi tanah perjanjian darah ini. Kelak pada waktunya, seperti nubuatan tua-tua, akan lahir seorang bayi laki-laki yang akan memimpin kami menuju kota kami yang hilang. Ia akan berbeda dengan kami semua, kelak ia akan menaklukkan musuhnya dengan ujung lidahnya. 
   Aku tidak pernah menyadari bahwa sesungguhnya ia telah disini, berdiam ditengah-tengah kami, begitu dekat. Masa kecilnya berbeda dengan kebanyakan anak seusianya, sesungguhnya aku telah bersamanya,tapi aku terlalu lama menyadarinya. 
Namanya Atlantis, anak dari ibuku. Ia dilahirkan dimasa panen. 
   Aku menyambut kehadirannya dengan sukacita, sebab ia begitu mempesona dan menyenangkan untuk dilihat. Ibuku gembira melihatnya, Ia selalu memandanginya dan kemudian tersenyum, sepanjang waktu. Ketika orang-orang ingin melihatnya, maka dengan senang hati aku akan mengenalkannya sebagai saudaraku kepada mereka. 
    Masa kecilku kulalui bersamanya dan melihatnya tumbuh begitu cepat. Kami menghabiskan waktu dengan bermain seperti dua anak rusa yang bermain bebas dipadang rumput. Kami berlari ke lembah Holbung, menyusuri tepi sungai Nagok sampai masuk ke hutan Longo di lereng gunung Ophir. Hutan yang sarat dengan pohon-pohon yang berbuah besar dan manis-manis, menjadi makanan kami untuk sehari. 
    Hari tidak akan berakhir sebelum kami menyaksikan terbenamnya matahari dari pucuk-pucuk pinus. Dari sana kami bisa melihat air terjun Gorath dengan jurangnya yang dalam dan menakutkan. Atle, adikku, akan memandanginya dengan sorot mata yang tajam, sesekali ia membuka kedua tangannya seolah-olah ia hendak memeluknya untuk mengungkapkan kekagumannya. 
    Tahun-tahun kehidupan berlari dengan cepat, Atle bertumbuh dan semakin menyenangkan. 
Ia menuturkan berbagai-bagai keindahan, kedamaian, keluhuran, dengan cerita dan perumpamaan yang menghindarkan kami dari kejinya perang jahanam. Jika kamu mendengarnya, jiwamu akan meninggalkanmu dan mengikutinya menuju ceruk terdalam yang tidak kamu bayangkan sebelumnya.      Aku semakin kagum kepadanya, aku percaya ia akan membawa kami memenangkan semua perang tanpa melukai. Ia berdiri sendiri dengan gada ditangan kanannya. Ia menyongsong para penggertak seperti seorang ayah yang menyongsong kedatangan anak kesayangannya yang pulang dari pelarian.
     Atle mempersenjatai dirinya dengan senjata yang tidak pernah berkarat, dan tidak akan kehabisan peluru; yaitu kebijaksanaan. Ia dianugerahi kebijaksanaan yang bersinar dengan terang dan tidak dapat menjadi pudar. Olehnya orang-orang memperoleh pengertian tentang hukum-hukum dan keadilan. Atle adalah orang yang bangun pagi-pagi untuk mencari kebijaksanaan dan menemukannya di depan pintu. Ia merenungkan kebijaksanaan itu setiap malam hingga ia mendapatkan pengertian sempurna.
    Waktu kami pun tiba, kami harus berdiri tegak, mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat tinggal. Aku harus pergi ke utara dan menetap disana, sesuai tradisi leluhurku untuk memenuhi kewajiban perjanjian darah kami dengan raja-raja Ophir. Semua pemuda berusia 13 tahun harus meninggalkan Ibu Bapanya dan bergabung dengan pasukan kerajaan selama waktu yang tidak ditentukan, itu berarti kami harus bertahan disana selama dibutuhkan kerajaan. Perjanjian ini dibuat karena tanah tempat kami berdiam merupakan hadiah dari Raja Ophir yang telah melindungi tanah kami selama ratusan tahun.
    Atle mengantarku hingga pintu gerbang kota, Ia tersenyum tapi matanya berkaca-kaca. Meski ia tidak mengucapkan sepatah katapun, aku memahami bahasa itu. Aku akan kehilangan tahun-tahun berharga dengannya, bahkan aku tidak sadar bahwa kami sedang menggenapi  semua ramalan-ramalan itu tanpa kami sadari. "Bahwa Ia akan datang dari ketiadaan, tidak seorangpun mengenalinya, dan masa kecilnya dilupakan, tapi ia akan besar dan memimpin bangsa ini kembali ke kota leluhur"

.. 

1 komentar:

  1. The Star Gold Coast | Casino and Entertainment | DrmCD
    Star 나주 출장안마 Gold Coast Casino and 강릉 출장샵 Entertainment. A lively entertainment destination offering 양산 출장샵 the ultimate in 평택 출장안마 gaming 경주 출장안마 and accommodation. Gold Coast is a hub of entertainment

    BalasHapus

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com